Haji Awing Asmawi, SE.

Pernah Dagang Es Mambo dan Bakso
Kini Juragan Koperasi, Bandar Usaha Forwarding & Terkaya No. 2 di Bekasi

kandidat-kandidat.com, Selasa 1 Nov 2011, 00:16 WIB


H. Awing Asmawi, SE. Calon Walikota Bekasi

PONDOK GEDE, bksOL -- Perkenalan saya dengan tokoh kita satu ini memang bermula dari kampanye politik sang anggota DPRD Provinsi Jawa Barat ini di tahun 2008 lalu. Jauh sebelum itu saat dirinya dicalonkan menjadi kandidat pasangan walikota Bekasi bersama Rony Hermawan, saya hanya mengenalnya sebagai seorang politikus lokal biasa.

Namun ternyata setelah mengenal dirinya lebih jauh, dan mengetahui banyak latar belakangnya maka saya pun tahu bahwa Awing Asmawi adalah politikus lokal yang berwawasan global.

Bahkan semakin jauh saya mewawancarai dan mengenal dirinya, Awing Asmawi termasuk seorang pengusaha yang mempunyai reputasi internasional.

Hanya saja hal ini tidak diekspos media massa. Saya merasa bersyukur, baru media ini yang bisa mewawancarai dan menuliskan sepak terjang tokoh Bekasi ini di kancah dunia bisnis internasional.

Beberapa transaksi internasional yang melibatkan pejabat publik negara pun pernah dilakoninya melalui usaha tranportasi dan forwarding miliknya, PT Bandar Metropolitan Jaya.

Masa remaja Awing di SMA Yayasan Fransiscus ASISI.

Perusahaan yang didirikannya dan telah memberikannya kesuksesan dalam kehidupan berbisnisnya ini, rupanya tak membuatnya lupa pada asal usul dan lingkungannya dibesarkan.

Dari keuntungan usaha dan tabungannya, lelaki kelahiran asli Betawi ini mendirikan sebuah koperasi simpan pinjam di daerah Pondok Gede tempatnya dibesarkan.

Anak yatim yang pernah mengalami hidup miskin ini bukanlah termasuk dari keluarga yang berkecukupan. Itulah sebabnya dia menjadi anak angkat dan bersekolah di satu sekolah yang pastinya tidak mungkin bisa dimasuki oleh orang tak mampu. Karena bantuan dan kasih sayang orang tua angkat, Awing Asmawi remaja ini bisa masuk sekolah ASISI, sekolah dimana Barack Obama pernah empat tahun belajar.

Awing Asmawi, si tukang sayur & buah yang pandai bergaul.

Bisa jadi sebuah kebetulan kalau Barack Obama di Amerika Serikat sana menjadi orang nomor satu di negara paman Sam itu berangkat dari partai Demokrat.

Demikian pula Awing Asmawi yang memulai karir politiknya dari partai pemenang 2004 dan 2009 ini. Sebagai salah satu kader partai pendukung presiden Republik Indonesia, SBY, tidaklah serta merta membuat Awing jadi merasa hebat.

Dirinya mengakui bahwa menjadi pemimpin tidaklah mesti tampil ke muka. "Seorang pemimpin itu Dik, bisa saja bermain dan mengatur segala sesuatunya di belakang layar.

Layaknya seorang dalang." ujarnya berfilosofi kepada saya dalam satu kesempatan via telepon selularnya.

Pernah Dagang Es Mambo dan Bakso di Pasar Pondok Gede

Tak terbayang oleh saya, Awing Asmawi yang mempunyai Koperasi Simpan Pinjam BMJ Group ini dulunya pernah berdagang es mambo di pasar tradisional. Bahkan dirinya mengakui sempat berdagang bakso.

"Saat saya masih kecil dulu, saya bekerja apa saja untuk bisa mendapatkan uang jajan. Bahkan ketika ikut orang tua asuh, saya harus membersihkan kebun supaya bisa mendapatkan bantuan uang sekolah dan uang jajan," kenangnya tentang masa kecil dan remajanya.

Ikut orang tua asuh tak selamanya bisa hidup senang, meskipun orang tua asuhnya termasuk orang kaya. "Saya harus berjuang dan bekerja keras agar saya bisa emndapatkan kebutuhan dan apa yang saya inginkan dengan mengerjakan apa saja," imbuhnya lagi menjelaskan mengapa ia harus berdagang dan kerja serabutan saat masa remaja.

Ketika sudah mulai masuk SMA, memang kebetulan di wilayah Pondok Gede saat itu tidak ada sekolah yang berkualitas, makanya oleh orang tua asuh Awing muda dimasukkan ke SMP dan SMA ASISI Jakarta.

Sebuah sekolah Kristen yang pada masa itu memang termasuk sekolah favorit dan bonafid.

Itulah sebabnya dalam membangun jaringan, Awing muda ini sudah terbiasa berhubungan dengan anak-anak dari kalangan tertentu atau keluarga kaya.

Mengenai nama aslinya Asmawi yang kemudian dipanggil menjadi Awing bukanlah disebabkan karena penampilan fisiknya yang menyerupai orang Cina dengan mata sipitnya.

"Dalam bahasa Sunda, istilah awing kan sudah biasa, dan teman-teman di sekolahnya sering memanggilnya Awing. Ya sudahlah saya jadikan itu sebagai nama panggilan dan lengkap saya," bebernya tertawa.

Reuni SMA Fransiscus ASISI dengan musisi Lilo KLa Project

Meskipun dari kecil dia ikut orang tua asuh yang berbeda agama, hingga lulus sekolah SMAnya, hal itu tidaklah membuat dirinya menjadi tercerabut keluar dari keyakinannya.

Bahkan sesaat setelah dirinya mapan, Awing melanjutkan kuliah di jurusan manajemen syariah di sebuah universitas yang tak jauh dari tempat tinggalnya.

"Saya juga heran, kenapa saat saya terjun ke dunia politik tiba-tiba saja isyu yang berbau SARA keluar dan menyatakan kalau saya non-muslim, padahal saya adalah muslim sejak lahir." papar lelaki yang sudah berangkat haji di pertengahan tahun 2000-an ini satu ketika di masa kampanye pemilukada kota Bekasi telah berlalu beberapa bulan.

Terlepas dari permasalahan politik yang pernah dialaminya, Awing adalah sosok yang menyenangkan untuk diajak bicara.

Tak heran dalam bernegosiasi di bisnis forwarding nya itu, lelaki yang fasih berbahasa Inggris ini banyak mempunyai kolega dan mitra dari luar negeri.

"Dari pengalaman kerja dan bisnis saya ini, kini saya mempunyai jaringan di seluruh belahan dunia dimanapun. Kalau perlu ente mau kirim barang ke kutub utara eskimo pun saya sudah punya jaringannya di sana," ujarnya tanpa bermaksud bercanda namun tetap melucu.

Jaringan usaha forwarding miliknya, PT Bandar Metropolitan Jaya atau kerap disebut BMJ Group ini seudah mempunyai omzet dan asset yang lumayan besar, sedikitnya ada ratusan milyard.

Itulah sebabnya Awing Asmawi temasuk orang kedua terkaya di kota Bekasi.

Beberapa tahun terakhir ini saja, BMJ Group pernah melayani import kereta api dari Jepang buat pemerintah RI.

Meski akhirnya pejabat kementrian perhubungan mengalami masalah dengan KPK karena import alat transportasi kereta api listrik yang dilakukannya, dan Awing pun dimungkinkan menjadi saksi atas proyek yang ternyata adalah hibah dari pemerintah Jepang kepada pemerintah RI.

Reuni SMA Fransiscus ASISI di tahun 2009 lalu Awing memang heboh

Kesuksesan Awing Asmawi memang tak dimulai sekejap. Bermula dari kerja serabutan di pasar tradisional dengan berdagang sayur, buah-buahan hingga bakso dan lainnya, kemudian orang tua asuhnya kembali menawarkan pekerjaan kepadanya untuk bergabung di sebuah BUMN yang bergerak di bidang transportasi dan ekspor import.

Awing muda pun setuju, meski dia harus mulai dari sebagai staf bawahan sebagai asisten ini-itu.

Berkat ketekunan dan keuletannya, Awing muda sering mendapatkan komisi dalam bentuk dolar Amerika.

Bila gaji untuk memenuhi kebutuhan hariannya, maka setiap komisi yang diterimanya ditabung. Awing muda pun mengakui bahwa dirinya termasuk orang yang tidak suka berfoya-foya karena tahu bagaimana susahnya mencari uang sejak kecil.

"Saya saat itu nggak perlu jajan atau makan dari uang gaji, kan saya bisa makan dari jatah kantor, belum lagi setiap dapat komisi uang dolar Amerika maka pasti saya simpan dalam tabungan, termasuk ketika saya pergi ke Surabaya.

Di sana saya diminta oleh sang bos untuk tidak menghabiskan uang gajian saya, cukup dengan uang bonus bulanan yang saya dapatkan cukup untuk kebutuhan harian saya," kisahnya mengenang awal karirnya.

Sekitar tahun 1998 ketika kerusuhan terjadi, tak sadar tabungannya telah mencapai lebih dari 1.000 dolar Amerika.

"Padahal waktu sebelum (kejadian kerusuhan) itu uang 1 dolar saja setara dengan 1.800 perak," papar lelaki yang akhirnya menikah di saat bekerja pada orang ini.

"Setelah kerusuhan, dolar melonjak tajam hingga 14.000 perak per dolarnya. Dan saya pun langsung kaya mendapat uang banyak yang akhirnya saya belikan tanah di kawasan Pondokgede." imbuhnya lagi.

Dari hasil membeli tanah itulah, akhirnya Awing mulai mengumpulkan asset yang bisa jadi modal awal usahanya. Dan yang pertama sekali dilakukannya adalah membantu lingkungannya para pedagang kecil yang sering terlibat hutang dengan inang-inang.

"Saya kasihan dengan para pedagang kecil dimana dulu saya pernah kerja serabutan sewaktu masa remaja. Mereka pinjam uang kepada rentenir (inang-inang) dengan bunga besar hingga 10% per bulannya." ceritanya dengan sedih.

Karena itulah dia berinisiatif mendirikan koperasi yang bisa membantu para pedagang kecil itu pinjaman dan mereka diwajibkan menabung semampunya.

Sementara pinjaman yang diberikan hanya dibebankan 3 % per bulannya, sehingga para anggota koperasi bisa terbantu dalam banyak hal.

"Jangankan untuk membayar pokok pinjaman kepada inang-inang itu, membayar bunganya saja yang 10 persen per bulan saja mereka harus susah payah. Jadi kapan mereka bisa menikmati hasil kerja keras keringat mereka sendiri, kalau mereka harus membayar bunga yang luar biasa memberatkan itu setiap bulannya," bebernya memberikan alasan mengapa ia mendirikan koperasi simpan pinjam yang bertujuan membantu pedagang dan pengusaha kecil.

Tak aneh bila koperasinya termasuk salah satu koperasi lima koperasi terbesar se Jawa Barat dan juga 5 terbesar di Kota Bekasi.

Prestasi koperasi simpan pinjam BMJ Group yang kini sedikitnya mempunyai 8000-an anggota koperasi telah mendapatkan bantuan pinjaman kredit lunak yang disalurkannya buat para pengusaha kecil di lingkungan dan juga para anggotanya.

Kepeduliannya kepada rakyat kecil inilah yang membuatnya diminta untuk mencalonkan diri menjadi walikota. Meski hal itu adalah permintaan partai politik yang diikutinya, Awing beranggapan bahwa ini cuma sekadar amanah. "Politik kan hanya satu cara saja saja agar saya bisa berbuat sesuatu yang baik buat lingkungan saya, papar lelaki kelahiran 1965 ini.

Di tengah kesibukannya sebagai anggota Dewan, ternyata Awing masih 
Menyempatkan diri untuk mengurus usaha forwarding nya yang telah memberikan kehidupan yang cukup.

Sepertinya dirinya memang tak mau mengandalkan hidup dari gajinya sebagai wakil rakyat. Bagi diri si pengusaha jasa transportasi ini, kehidupan harus dilalui kesibukan dan aktivitas tanpa henti.

Baginya seorang pemimpin itu tak harus tampil ke muka dan dipilih secara publik, tapi berbuat sesuatu yang positif di belakang layar, termasuk tugas seorang pemimpin sejati.

"Jangan mau jadi badut politik, mau jadi pemimpin saja harus berjuang mati-matian agar dipilih rakyat dan berbuat seolah-olah karena rakyat, tapi sebenarnya hanya mementingkan diri dan kelompoknya semata. Buat saya itu namanya badut bukan seorang pemimpin," pungkasnya. Sebuah pesan bijak yang patut kita teladani.

Reporter: SidikRizal - profiltokohkita.com

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama