Juanita L. Suling, LUTCF, Caleg PKPI No.1 DPR RI Dapil Jakarta Selatan, Pusat dan Luar Negeri

BERANGKAT DARI KELEMBUTAN & KEKUATAN WANITA, BERANIKAN DIRI TERJUN KE POLITIK PENUH INTRIK

kandidat-kandidat.com, Kamis 19 Maret 2009, 19:39 WIB

Juanita L. Suling, LUTCF, Caleg PKPI No.1, DPR RI, Dapil Jaksel, Jakpus & Luar Negeri

JAKARTA, kandidat-kandidat.com -- Mengejar seorang eksekutif sebuah perusahaan memang mempunyai tantangan tersendiri. Karena kita pasti akan berhadapan dengan "kesibukan" dan "rutinitas" seorang pimpinan dan bagaimana kita bisa menyelip di sela-sela waktu luangnya tentu bukanlah hal sederhana dan seketika (simple and instant).

Demikian halnya saat saya membuat janji dengan Juanita Suling, District Manager PT Sun Life Indonesia, seorang wanita paruh baya yang "masih" saja kelihatan cantik, dan saya mengakui dia smart (dan nggak pake enough lho!!! smart aja- hehehe). Juanita Suling mengaku sudah mempunyai cucu (lalu saya bandingkan dengan ibu saya, ternyata dia hanya 3-4 tahun lebih muda dari ibu saya).

Luar biasa! Kalau saya biasa berdiskusi (bahkan cenderung beradu argumentasi dengan ibu saya), maka saya bisa menimba pengalaman dari caleg perempuan yang bernomor 1 ini.

Dan awalnya mungkin ini kali pertama saya bertemu dengan caleg wanita yang bernomor urut 1. Juanita menjelaskan bahwa di PKPI, banyak sekali caleg wanita yang mendapatkan no urut 1, dan itu ada di pulau Jawa serta Sumatera.

Mendengarkan Juanita Suling bercerita, saya jadi teringat dengan kata-kata guru (dosen) saya, Yon Hotman (seorang konsultan kampanye Mc-Leader, yang pernah menggolkan kampanye capres SBY tahun 2004), bahwa "Politisi Wanita itu cenderung lembut dan jujur, dan tidak akan pernah mau 'membunuh' lawan politiknya.

Karena dia mempunyai naluri seorang ibu yang tahu bagaimana sakitnya melahirkan anak manusia. Bila ada politisi wanita yang kejam dan jahat, maka periksalah jenis kelaminnya lagi!!!"

Hal itu pun saya dapatkan dari sosok eksekutif bisnis asuransi perusahaan besar multinasional ini. Caleg yang lembut sekaligus caleg yang tetap cantik namun di dalamnya mengalir darah yang "keras" & "tegas" serta tak tenang hatinya bila nuraninya terganggu saat si lemah terusik. Jelas itu adalah pemikiran dan jiwa seorang ibu.

Caleg yang juga sahabat dekat Meutia Hatta semenjak sekolah dasar dulu ini, mengungkapkan bahwa rata-rata perempuan yang terjun ke dunia politik, maka dia cenderung lebih jujur dan terbuka serta berjiwa keibuan.

Lain halnya dengan politisi laki-laki yang cenderung lebih banyak "korup" daripada politisi "jujur". Kalaupun ada perempuan baik itu politisi atau wanita biasa yang melakukan kejahatan, tidaklah sesering dan sebanyak kaum lelaki. Itu biasanya special case, ujarnya berdalih.

Saya juga teringat dengan perkataan ibu saya (setelah beliau ditinggal mati ayah saya, sementara saya masih berusia 6 tahun dan saya punya 4 orang adik),
"Seandainya seorang ibu ditinggal mati suaminya, maka sulit sekali baginya untuk menikah kembali. Sementara seorang bapak yang ditinggal mati oleh istrinya, pasti tak akan lama dia akan menikah lagi".

Nah inilah yang membuat saya mengakui bahwa memang figur seorang ibu dalam kepemimpinan keluarga menjadi sangat dominan tentunya saat pembinaan generasi berikutnya dalam hal memberikan sifat genetis tentang kelembutan dan kesetiaan.

Dari situ saya analogikan dengan dunia politik. Berdasarkan pengalaman (saya berani memastikan walau memang perlu kajian ilmiah tersendiri untuk itu) bahwa politisi wanita itu cenderung lebih mendahulukan perasaannya sebagai seorang ibu dan itu berarti mendahulukan kepentingan orang kecil (lemah), bila dibandingkan dengan politisi laki-laki yang mempunyai kecenderungan menjatuh dan menghancurkan lawan politiknya.

Juanita Suling yang bersuamikan seorang dokter ini, juga menambahkan bahwa tidak berarti politisi laki-laki tidak ada yang tidak jujur. Hal ini serupa dengan ada juga politisi wanita yang jahat dan kejam (korup). Yang Juanita maksud adalah prosentase politisi jahat dan korup dari kalangan wanita jauh lebih kecil daripada politisi pria.

Sekali lagi saya nyatakan memang perlu kajian khusus untuk hal ini secara tersendiri.... dan saya tertarik untuk menjadikan ini sebagai bahan skripsi atau thesis saya nanti tentang kecenderungan korupsi dengan perbandingan gender. Namun selintas terpikir oleh saya, tapi mengapa orang-orang suci -- para nabi, imam, ustadz, kyai, pendeta, pastur, atau ulama besar kok jarang yang wanita yah???


Terlepas dari itu semua, di bawah ini adalah wawancara ekslusif yang menyenangkan bagi saya, karena bertambahnya wawasan saya tentang budaya dan karakter orang Manado (Kawanua Society) berdasarkan cerita off the recordnya. Berikut petikan wawancaranya:

Sidik Rizal (SR): Apa pendapat anda tentang kecantikan?

Juanita Suling (JS): Kalau kecantikan itu sesungguhnya naluri wanita dalam hal leadership (kepemimpinan) termasuk bagian dari kecantikan. Demikian pula penampilan fisik, misalnya saya, yang kebetulan berprofesi sebagai sales, maka dalam berbusana, bisa saja sederhana tapi jangan sampai compang-camping. Asal kelihatan "chic" saja sudah cukup menampakkan kecantikan seorang wanita. Tanpa harus menggenakan sesuatu yang mewah, wanita bisa saja tampil cantik. Seperti halnya berkendaraan, kan tidak harus bermobil mewah untuk tampil menyenangkan, bisa saja dengan mobil yang murah, asal rapih bisa tampil "wah" (cantik penampilan).

SR: (dalam hati saya berandai-andai, seandainya Juanita jadi anggota dewan, pastinya dialah yang mensponsori seluruh caleg untuk "sederhana" namun tetap "chic" atau "enak dipandang" ? hahaha... bener gak seh?) Lalu apa pandangan anda tentang "kecantikan" dengan "kepemimpinan"?

JS: Kecantikan yang saya maksud adalah kecantikan yang berasal dari dalam hati (inner beauty), dan tugas seorang anggota dewan itu kan sebenarnya adalah mengawal (fungsi pengawasan controling) kinerja eksekutif (pemerintah). Dibutuhkan bukan saja kearifan dan kecantikan hati (kejujuran) tapi juga kelembutan seorang ibu, sehingga kepentingan rakyat banyak (dalam hal ini rakyat lemah/kecil) menjadi skala prioritas.

Kalau bukan karena mereka lalu untuk siapa lagi kita berjuang di parlemen. Dan tentunya kita sebagai anggota dewan juga akan membuat Undang-Undang (fungsi legislatif) yang berpihak kepada rakyat kecil, demikian ujarnya antusias.

SR: Lalu pendapat anda tentang UU Anti Pornografi dan Pornoaksi?

JS: Yang perlu diingat di sini, adalah Ibu Meutia Hatta sebagai pencetus UU perlindungan Anak dan Wanita sebagai dasar pemikiran dari UU Anti Pornografi dan Pornoaksi (UU APP).

Karena yang dilindungi di sini bukan masalah pornografi dan pornoaksinya. Nah kesalahan yang ditangkap dalam benak sebagian kecil masyarakat adalah bahwa UU APP ini bertentangan bahkan sangat mengganggu hak-hak perempuan. Ini adalah salah kaprah, justru UU APP ini melindungi perempuan dan anak yang terfokus pada media publikasi dan eksploitasi para perempuan dengan tindakan pornografi dan pornoaksi.

Jadi kalau kaum feminis sangat menentang UU APP ini, mereka salah mengartikan kata "perlindungan" perempuan. Yang kita cermati dan fokuskan dalam UU APP ini adalah pelarangan segala bentuk eksploitasi dan publikasi tindakan pornografi dan pornoaksi yang sangat merugikan para wanita.

Bukannya membuat wanita jadi terkekang tidak bisa begini dan tidak bisa begitu setelah terbitnya UU ini. Justru dengan UU ini maka eksploitasi perempuan di dalam VCD-VCD porno (sebagai contoh kecil saja) bisa dianggap pelanggaran dan dikenakan hukuman berat. Dan bukan berarti perempuan jadi susah bagaimana harus berpakaian yang sebenarnya.

SR: Lalu pendapat anda tentang UU Sertifikasi label Halal buat makanan dan minuman yang beredar di Indonesia?

JS: Saya tidak begitu memperhatikan, tapi setidaknya saya tahu bahwa Undang-Undang itu untuk melindungi orang-orang (umat Islam) yang mempunyai hukum haram dan halal tentang makanan dan minuman yang mereka konsumsi.

Jadi ini tidak membahas ekses dari terbitnya UU itu. Karena ada atau tidak adanya UU itu, kejadian kekerasan terhadap pusat-pusat hiburan dan tempat penjualan makanan minuman kategori haram tidak berkaitan. Saya sendiri kebetulan adalah Advent, jadi ada makanan yang haram buat ajaran agama saya, seperti babi. Ini tentunya terpulang ke orang masing-masing dari rakyat Indonesia menyikapi UU label haram dan halal. Buat saya tak ada masalah.

SR: (dan masih banyak lagi wawancara yang belum saya tulis, maaf sekali lagi karena ada masalah dengan laptop saya... akan saya lanjutkan besok... harap maklum!) [■]

Reporter: DikRizal, Editor: NSKR

--------------------------

Motto dan slogan kampanye
Juanita Suling (PKPI):
Sang Saka Merah Putih
Siapa berani menurunkan engkau, serentak rakyatmu membela...

Jangan Golput - Masih ada PKP Indonesia
(Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia)

7 Gebrakan Awal PKP Indonesia (visi & misi Juanita Suling)
1. Gusur Kemiskinan - Bukan Gusur Orang Miskin
2. Jadilah Tuan di Negeri Sendiri - Jangan Jadi Jongos Globalisasi
3. Pertanian dan Kelautan Sumber Kemakmuran - Petani dan Nelayan Pasti Kita Bela
4. Anak-anak Kita Harus Pintar - Naikkan Gaji Guru
5. Majukan Ekonomi Rakyat - Utamakan Produk Dalam Negeri - Selamatkan Pasar Tradisional
6. PNS - TNI - POLRI adalah Abdi Negara - Kita Gelorakan Semangat Juang Mereka
7. Berdayakan Perempuan dan Generasi Muda - Saatnya Perempuan dan Generasi Muda Berada di Parlemen

HIDUP PANCASILA
KIBARKAN SANG MERAH PUTIH DI SELURUH INDONESIA
NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika abadi sepanjang masa...!
--------------------
BIODATA
JUANITA SULING
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia
Nomor Urut : 1
Tempat, tanggal lahir : Manado, 16/05/1947

Alamat:
Jl. Pulo Mas Barat XI/8,
Jakarta 13210
Telp. 021-4895866;
Cell. 0812-1091216

Status Pernikahan: Menikah
Nama Suami: dr. Ronny C. Suling
Nama Anak:
1. Luana Saskia, SH (1970)
2. Margie Natasha (1971)
3. Felicia Meutia Kirani (1972)
4. Tirza Lousia, SE (1974)
5. Reynald Breda ST (1976)

Riwayat Pendidikan:
SD Rajawali, Makassar, 1960
SMP St. Ursula Jakarta, 1963
SMA St. Ursula Jakarta, 1966
IKIP Negeri Surabaya, 1968
ASMI Jakarta (Extension), 1971
PPM Jakarta, 1982
LUTC Jakarta, 2005

Riwayat Pekerjaan:
Sekretaris PT Sari Rise, Surabaya, 1966-1967
Sekretaris Pertamina Unit III, Jakarta, 1968-1971
Sekretaris Pertamina Pusat, Jakarta, 1971-1978
Sales Manager/Liasion Officer PT Bakrie & Brother, Jakarta, 1978-1993
District Manager PT Sun Life Financial Indonesia, 1993-sekarang

Riwayat Organisasi:
Humas Ikatan Sekretaris Indonesia (ISI), 1975-1978
Executive Secretaris HIPPMI DKI Jakarta, 1978
Anggota Bidang Pertandingan PELTI, 1984-1992
Humas PERTINA DKI Jakarta, 1992-1996
Bidang Perlengkapan PB PERTINA, 1996-2000
Persatuan Wanita Kawanua, Sulawesi Utara, 1984-sekarang
PB POR MAESA, 1998-sekarang
Yayasan POR MAESA, 1999-sekarang
Wakil Ketua DPD PKP DKI Jakarta
Ketua Bidang Pengendalian Dana DPN PKPI, 2008-sekarang
Penasehat B.W. PKPI, 2008-sekarang

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama